Rabu, 14 Desember 2011.
Seminggu yang lalu...
Pagi itu tak seperti biasanya, aku
bisa bangun jam 04.30 subuh (biasanya bangun jam 8). Tak biasanya juga, jam
06.30 aku berada di bandara (biasanya jam segitu masih nge-date sama
Kamidia Radisty, di mimpi). Ya, pagi itu memang nggak biasa. Karena pagi itu
aku akan bertemu dengan orang yang luar biasa.
Pukul 06.30 waktu Jogja, aku berdiri
dengan antusias di depan Pintu Kedatangan di bandara Adi Sutjipto. Kedua
tanganku mengangkat selembar kertas folio bertuliskan “A. FUADI”. A. Fuadi,
itulah orang luar biasa yang ku maksud. Bukan Anwar Fuadi artis seyneytron itu
loh ya. A. Fuadi di sini adalah Ahmad Fuadi, penulis buku (yang menurutku) luar
biasa; Negeri 5 Menara. Buat yang suka buku-buku inspirasi pasti tau
buku itu.
Pesawat yang ditumpangi A. Fuadi
dijadwalkan tiba di Jogja pukul 06.55. Dan aku menunggu dengan sangat excited.
Penjemputan ini adalah bagian dari
tugasku sebagai panitia Talkshow Etnika Fest yang diadain sama LEM
FIB UGM (baca postingan Etnika Fest FIB UGM). Di kepanitian itu aku dapet tugas
dari Tika Musfita (baca: Boss, selaku Penanggung Jawab acara) untuk jadi LO
alias pendamping bintang tamu, yaitu A. Fuadi. Aku langsung seneng banget pas
dapet tugas itu. A. Fuadi adalah seorang penulis yang aku kagumi. Buku-bukunya dia termasuk salah satu daftar favoritku, bersama
buku-buku favorit lain dari Andrea Hirata, Raditya Dika, Dewi Dee Lestari, dan
Dan Brown. Mendapat kesempatan bertemu secara “eksklusif” dengan dia adalah sebuah
keuntungan menjadi panitia.
Ketika jam menunjuk 06.45, aku SMS mas Sinwani, orang yang ngedampingin
bang Fuadi ke Jogja. *aku menyebut ‘Bang Fuadi’ karena
ngikut keterangan yang ada di halaman akhir buku Negeri 5 Menara. Di sana
dituliskan Bang Fuadi sebagai panggilan untuk A. Fuadi. Yah, nggak mungkin juga
kan aku manggil dia Tulang Fuadi? (NGAPAIN JUGA??).
“Mas, saya tunggu tepat di depan
pintu kedatangan. Saya pake kaos kuning dan pake kacamata. Terima kasih”
Sent.
Ternyata pending. Mungkin dia
masih di dalam pesawat sehingga handphone dimatiin. Beberapa hari
sebelumnya aku sudah SMS-an sama mas Sinwani terkait informasi mengenai acara
Talkshow Etnika Fest FIB UGM.
Baru tepat di jam 07.00, SMS ke mas
Sinwani terkirim. Sebentar kemudian dia ngebales:
“Terima kasih atas infonya. Kami baru
landing, tunggu sebentar ya”
Aku semakin excited.
Aku ngebayangin bagaimana bentuk
fisik bang Fuadi. Aku membayangkan, beliau pasti orangnya berwibawa, rapih,
rambut belah tengah dan juga pake kacamata (seperti foto-fotonya yang ada di
internet), terus posturnya tinggi.
Akhirnya saat yang ditunggu pun tiba.
Seorang pria agak kurus dan lumayan tinggi nyamperin aku sambil nunjuk “Mas
Fahmi ya?”
“Ehh, iya. Mas Sinwani?”
Lalu kita berjabat tangan.
Sedetik kemudian dari belakang mas
Sinwani datang seorang pria yang langsung ikutan salaman denganku.
“Bang Fuadi ya?” tanyaku pada pria
yang baru datang itu, dalam hati: akhirnya ya Tuhan, akhirnya. “Saya
Fahmi. Saya yang akan jadi pendamping abang.” lanjutku masih berjabat tangan.
*jangan artikan ‘pendamping’ di sini sebagai homo!
Ternyata memang benar dugaanku. Bang
Fuadi orangnya emang keliatan berwibawa, rapih, rambut belah tengah+pake
kacamata persis seperti yang di internet, tapi untuk tinggi badan dugaanku
salah. Dia nggak lebih tinggi dari pada aku. *hahaha.
Kita lalu berjalan menuju mobil.
“Bagaimana bang tadi perjalanannya?”
tanyaku sambil berjalan di sebelahnya.
“Alhamdulillah lancar. Meskipun tadi
harus berangkat pagi banget.” jawabnya dengan kedua tangan sibuk mencet-mencet
blekberi. “Kemarin katanya temen-temen FIB juga ngundang Deddy Mizwar ya?
Gimana itu acaranya? Rame?” dia tanya balik.
“Oh iya bang kemarin kita juga
ngundang Deddy Mizwar sama Ifa Isfansyah. Alhamdulillah acaranya rame.”
“Hebat juga ya temen-temen FIB bisa
ngundang Deddy Mizwar. Padahal beliau orangnya pasti sibuk banget.”
“Hehe.. Ya gitu bang” aku memasang
senyum siapa dulu.... FIB.
Hanya dalam waktu kurang dari 10
menit aku bisa langsung tau kalo Bang Fuadi ini orangnya ramah banget. Sebelumnya
aku berpikir, orang yang sudah punya nama “se-gede” dia biasanya males diajak
ngobrol basa-basi (dan kadang gak penting) sama bocah semacam aku. Kesan
“males” itu sama sekali nggak aku tangkep dari Bang Fuadi. Justru dia yang
lebih sering ngajak ngobrol duluan. Hal itu malah membuatku jadi sedikit kikuk
dan grogi.
Dari bandara, dengan mobil disetirin
sama temenku bernama Ari, kita menuju ke University Club (UC) Resto UGM.
Jadwalnya adalah nemenin bang Fuadi dan mas Sinwani (asistennya) sarapan.
Kemudian di sini lah kita ber-empat,
duduk dalam satu meja makan di UC Resto UGM. Aku duduk di sebelah bang Fuadi,
di depan kita ada mas Sinwani dan Ari yang sibuk ngambil foto dengan D-SLRnya.
Rasanya lucu ya? Suatu hari kamu terkagum-kagum membaca buku karya seseorang.
Bahkan sampe cukup mempengaruhi kehidupan kamu (dengan positif). Kemudian di hari
yang lain kamu bisa duduk satu meja makan dengan penulisnya. Rasanyaaa......
ah, sekali lagi, tanpa bermaksud untuk menjadi homo, aku mau bilang, bahwa aku
termasuk orang yang beruntung banget di hari itu.
Duduk di samping orang “hebat” itu
auranya asik banget. Energi-energi positif berasa masuk gitu aja ke pikiran.
Beda kalo duduk di samping temen-temenku di kampus (Shera, Adis, Devita, Arya,
Imam, Dhilla, Sishek, Rio, Dyas, Ratna, Chipu, Chicha, Febri, Ratno, Sidal,
Ari, dan semua temen-temen Sasindo 2010). Kalo duduk bareng mereka
(temen-temenku) pasti bawaannya ngegosip melulu. Bener dah, sekali-kali kita
emang perlu nyari temen yang pinter, biar ketularan aura pinternya. *Buat
temen-temenku yang baca tulisan ini, sorry ya. Bukan berarti aku nganggep
kalian nggak hebat. Tapi kalian emang idiot.. :P
Nih foto kita pas di UC:
Bang minta tanda tangannya bang |
Okeh, segitu dulu postingan kali ini.
Terima kasih buat yang sudah mampir ke blog saya ini.. :)
Oh ya, untuk acara Talkshow Etnika
Fest sendiri kemarin bisa dibilang lancar meskipun ada sedikit gangguan
dari ‘Kuntilanak gila’. Dan mungkin next time aku ceritain di sini.
Btw, on the other topic, tahun baru
semakin dekat, tapi perasaanku malah semakin galau. Bukan karena (kemungkinan
besar) aku akan melewatinya dengan status jomblo, tapi karena semakin dekat
dengan taun baru berarti juga semakin dekat dengan Ujian Akhir Semester.
Oh God, ujian akhiiiirrr... Semester III ini aku dapet tuntutan IP minimal 3
agar beasiswaku tetep jalan. Dan saya mengincar 3,5. Yeah, jahanam 3,5!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar